Maluku, Upos.id — Momen perpisahan siswa SMA, SMK, dan MA angkatan 2025 se-Kota Bula yang digelar pada Minggu malam (6/4/2025) di Gedung Serbaguna Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), mendadak berubah menjadi polemik usai beredarnya video viral di media sosial. Video tersebut memperlihatkan sejumlah siswa yang larut dalam suasana pesta dengan perilaku yang dinilai melampaui batas norma kepatutan.
Tayangan berdurasi singkat itu langsung menyita perhatian publik. Banyak pihak menyoroti keras perilaku para siswa, bahkan tak sedikit yang melontarkan kritik tajam kepada pihak sekolah yang dianggap lalai dalam mengawasi anak didiknya. Namun, di tengah derasnya sorotan publik, muncul klarifikasi dari pihak sekolah yang menjadi salah satu institusi pendidikan peserta dalam kegiatan tersebut.
Kepala SMK Negeri 1 Seram Bagian Timur, Abdul Kifli Sukunora, angkat bicara melalui pernyataan tertulis yang dikirimkan kepada redaksi Upos.id pada Rabu malam (9/4/2025). Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah dilibatkan ataupun diberitahu soal rencana penyelenggaraan acara tersebut, termasuk bentuk acaranya yang ternyata berujung kontroversial.
“Saya tidak tahu siapa yang menggagas, siapa yang mendanai, dan seperti apa bentuk koordinasinya, karena memang tidak ada komunikasi sama sekali dengan kami pihak sekolah,” tegas Sukunora dalam klarifikasinya.
Ia menyayangkan adanya asumsi yang berkembang di masyarakat, khususnya di media sosial, yang secara sepihak menyudutkan pihak sekolah. Menurutnya, informasi yang beredar telah menimbulkan stigma negatif yang seharusnya tidak serta-merta diarahkan pada institusi pendidikan, tanpa mengklarifikasi duduk persoalan yang sebenarnya.
“Saya menyampaikan klarifikasi ini bukan untuk mencari pembenaran atau membela diri, tetapi untuk meluruskan informasi yang sudah berkembang liar di luar sana,” tambahnya.
Lebih jauh, Sukunora bahkan menyatakan kesiapan dirinya untuk bertanggung jawab apabila terbukti ada keterlibatan langsung dalam kegiatan tersebut.
“Saya siap menerima sanksi dari Pemerintah Provinsi Maluku apabila ditemukan keterlibatan saya secara pribadi dalam kegiatan tersebut,” ujarnya lugas.
Tak hanya memberikan klarifikasi, Sukunora juga mengajak masyarakat untuk melihat persoalan ini secara lebih komprehensif. Ia menekankan pentingnya peran keluarga, khususnya orang tua, dalam mengawasi aktivitas anak-anak mereka di luar lingkungan sekolah, terutama saat jam-jam yang bukan menjadi tanggung jawab institusi pendidikan.
“Yang sangat saya sesalkan, dari sekian banyak komentar di media sosial, sangat jarang yang menyinggung peran orang tua,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan perpisahan tersebut berlangsung di luar jam pelajaran, yakni pada malam hari dan di masa libur sekolah. Dalam konteks ini, ia menilai bahwa tanggung jawab atas perilaku siswa tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada sekolah.
“Padahal kegiatan ini berlangsung di waktu libur dan malam hari, yang mestinya menjadi tanggung jawab utama keluarga,” pungkas Sukunora.
Insiden ini menjadi peringatan serius bagi semua pemangku kepentingan, mulai dari institusi pendidikan, orang tua, hingga pemerintah daerah. Koordinasi dan pengawasan terhadap kegiatan siswa di luar sekolah perlu diperkuat, agar pendidikan karakter dan etika tidak hanya berhenti di ruang kelas.
Pakar pendidikan dan aktivis perlindungan anak juga mulai angkat suara, menyerukan adanya evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola kegiatan perpisahan siswa. Mulai dari perencanaan, pengawasan, hingga pelibatan orang tua dan pihak sekolah secara aktif.
Kejadian ini menyadarkan bahwa tanggung jawab pembentukan karakter anak bukan hanya tugas sekolah, tetapi merupakan kerja kolektif antara keluarga, masyarakat, dan negara. Diharapkan, dengan adanya peristiwa ini, semua pihak bisa lebih introspektif dan membangun sistem yang lebih baik untuk mendampingi generasi muda.**Redaksi