Oleh: Fadli Dason (Peneliti Profetik Institute)
Upoa.id, Hoaks dan politik identitas di Morowali Utara, seperti di banyak wilayah lain di Indonesia, merupakan dua fenomena yang dapat merusak tatanan sosial dan memperkeruh proses demokrasi. Dalam konteks daerah yang beragam secara etnis, agama, dan budaya seperti Morowali Utara, isu-isu ini memiliki dampak yang sangat signifikan.
Hoaks sebagai Alat Propaganda. Hoaks sering digunakan sebagai alat untuk memanipulasi opini publik, terutama selama momen-momen politik seperti pemilihan kepala daerah. Informasi palsu yang disebarkan melalui media sosial dan platform lainnya sering kali bertujuan untuk mendiskreditkan lawan politik atau memicu ketakutan di masyarakat. Di Morowali Utara, hoaks dapat memanfaatkan isu-isu lokal seperti konflik agraria, ketimpangan ekonomi, atau bahkan sentimen terhadap pendatang atau komunitas tertentu. Hal ini memperparah polarisasi masyarakat dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap institusi pemerintah dan media.
Politik Identitas Memecah Keharmonisan. Politik identitas, ketika digunakan secara negatif, mengeksploitasi perbedaan etnis, agama, atau budaya untuk mendapatkan dukungan politik. Di wilayah seperti Morowali Utara, di mana terdapat keberagaman yang cukup tinggi, strategi ini berpotensi besar menciptakan ketegangan antar kelompok. Alih-alih mendorong persatuan, politik identitas sering kali menanamkan rasa curiga dan eksklusivitas. Contohnya, kampanye yang mengutamakan kelompok tertentu berdasarkan latar belakang etnis atau agama dapat memperlemah semangat kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila.
Dampak Terhadap Pembangunan dan Sosial. Ketika masyarakat terpecah akibat hoaks dan politik identitas, fokus pada pembangunan dan kesejahteraan bersama menjadi terganggu. Morowali Utara, yang memiliki potensi besar di sektor tambang dan sumber daya alam, membutuhkan stabilitas sosial dan kolaborasi lintas kelompok untuk memanfaatkan peluang pembangunan. Namun, jika hoaks dan politik identitas terus merajalela, masyarakat cenderung lebih sibuk dengan konflik daripada bekerja sama untuk mencapai kemajuan.
Edukasi literasi digital sangat penting untuk membantu masyarakat membedakan informasi yang benar dan hoaks. Selain itu, harus mengedepankan dan mendorong dialog antar kelompok untuk menciptakan harmoni sosial. Media lokal juga memiliki peran penting dalam menyajikan berita yang akurat dan mendidik masyarakat.
Hoaks dan politik identitas di Morowali Utara merupakan ancaman serius bagi persatuan dan kemajuan daerah. Dengan komitmen semua pihak, tantangan ini dapat diatasi demi menciptakan masyarakat yang lebih damai, adil, dan sejahtera.
Dalam konteks pilkada, penggunaan politik identitas dan hoaks sering kali mencerminkan kepanikan atau kelemahan strategi dari pihak tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa kandidat tersebut mungkin merasa posisinya terancam atau kurang percaya diri dalam memenangkan kontestasi secara sehat melalui program kerja dan gagasan yang kuat. Beberapa penyebab mengapa pihak tertentu melancarkan strategi ini:
1. Kekurangan Modal Sosial atau Program Unggulan
Kandidat yang panik biasanya tidak memiliki modal sosial yang cukup, seperti dukungan dari masyarakat luas berdasarkan rekam jejak atau gagasan yang relevan. Ketika mereka tidak mampu menarik perhatian publik secara positif, mereka mencari jalan pintas dengan memainkan isu-isu emosional seperti agama, etnis, atau budaya untuk mengalihkan perhatian pemilih dari kelemahan mereka.
2. Memanfaatkan Ketakutan dan Polarisasi
Politik identitas dan hoaks sering digunakan untuk menciptakan rasa takut atau perpecahan di masyarakat. Strategi ini biasanya muncul ketika kandidat merasa bahwa kampanye berbasis program kerja tidak cukup kuat untuk memenangkan hati rakyat. Dengan menciptakan narasi “kita vs mereka,” kandidat berharap dapat menggalang suara dari kelompok tertentu secara masif, meskipun cara ini berisiko merusak keharmonisan sosial.
3. Menutupi Kelemahan Diri atau Menghancurkan Reputasi Lawan
Ketika kandidat merasa tidak mampu bersaing secara sehat, mereka cenderung memanfaatkan hoaks untuk menyerang reputasi lawan. Menyebarkan informasi palsu atau memanipulasi fakta adalah upaya untuk membuat lawan tampak buruk di mata publik. Ini sering dilakukan oleh pihak yang takut kalah dalam persaingan langsung berdasarkan kemampuan dan kredibilitas.
4. Menguji Loyalitas Pemilih
Kepanikan juga dapat terlihat ketika kandidat mencoba mengukur sejauh mana mereka mampu mengamankan basis suara dengan isu-isu sensitif. Misalnya, jika mereka merasa kehilangan dukungan dari kelompok tertentu, mereka cenderung memanfaatkan politik identitas untuk mempertahankan suara kelompok tersebut.
Dampak Panjang dari Strategi ini Kehilangan Kepercayaan Publik: Masyarakat yang sadar akan manipulasi ini cenderung merasa muak, yang bisa berdampak buruk pada kredibilitas kandidat tersebut bahkan setelah pilkada berakhir.
Polarisasi Sosial: Strategi ini tidak hanya merugikan lawan politik tetapi juga masyarakat secara keseluruhan, karena dapat menciptakan konflik dan segregasi yang sulit dipulihkan.
Kemenangan yang Rapuh: Jika kandidat menang melalui cara ini, legitimasi mereka sering dipertanyakan, sehingga pemerintahan mereka kelak berisiko kehilangan dukungan yang solid.
Harapan untuk Pilkada Sehat
Ketika politik identitas dan hoaks muncul, masyarakat sebaiknya tidak mudah terpengaruh. Pemilih yang kritis akan menilai kandidat berdasarkan program, visi-misi, dan rekam jejak, bukan pada narasi emosional yang memecah belah. Lembaga pengawas pemilu dan media juga memiliki peran besar untuk memastikan proses pilkada berjalan adil dan bebas dari praktik-praktik yang merusak.
Jika ada kandidat yang melancarkan politik identitas dan hoaks, itu bisa menjadi indikator bahwa mereka merasa kalah dalam hal gagasan. Dalam jangka panjang, kandidat seperti ini tidak akan mampu memberikan pemerintahan yang kuat apalagi berjuang pada kepentingan rakyat.