MAKASSAR,UPOS.ID – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim resmi meneken Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang berisi tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi pada tanggal 31 Agustus 2021 lalu.
Permindikbud Nomor 30 Tahun 2021 itu menjadi dukungan bagi korban yang selama ini seolah tak punya payung hukum atas kekerasan seksual yang dilakukan di dalam kampus atau dilingkungan kampus. Juga menjadi jaminan hukum bagi seluruh mahasiswa dan civitas akademik kampus untuk bisa menjamin rasa aman dan nyaman di dalam kampus serta seluruh rangkaian proses pendidikan.
Namun, perwujudan Permindikbud Nomor 30 Tahun 2021 itu menjadi Satuan Tugas (Satgas) di kampus-kampus menjadi sangat penting untuk memastikan amanat undang-undang tersebut dilaksanakan dengan baik di lingkungan kampus.
Melihat kembali implementasi Permindikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini di kampus Universitas Hasanuddin menjadi topik yang dibahas dalam diskusi yang diinisiasi Komite Anti Kekerasan Seksual Unhas – yang concern pada isu-isu kekerasan seksual di Unhas- yang mempertanyakan Implementasi Permendikbud No 30 tahun 2021, Jumat, 9 September 2022 di pelataran baruga Pettarani Unhas Tamalanrea.
Diskusi yang menghadirkan audiens dari warga kampus Unhas sendiri ini, dihadiri 2 pemantik dari Ketua BEM UNHAS, Imam Mobilingo yang juga tercatat sebagai anggota Satuan Tugas sementara Permendikbud No. 30 tahun 2021, dan Arinda Widyani Putri yang merupakan Koordinator Umum Komite Anti Kekerasan Seksual Unhas dan Rista Ilma Andasari sebagai moderator diskusi.
Imam menerangkan bahwa perkembangan tindak lanjut Permendikbud di Unhas saat ini adalah telah terbentuknya Satuan Tugas sementara Permendikbud No. 30 tahun 2021 yang diputuskan dengan SK Rektor Nomor 528/UN/4.1/KEP/2022. SK tersebut baru terbit tanggal 15 Agustus 2022 (sudah berlaku 1 bulan).
Saat ini di beberapa titik lokasi fakultas di kampus Unhas telah terpasang banner di yang menginformasikan siapa-siapa Tim Satgas sementara Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Hasanuddin yaitu: 1. Prof. Dr. Farida Pattitingi, SH., M.Hum. (Ketua), 2. Prof. Dr. Anwae Borahima, SH., MH. (Wakil Ketua), 3. Dra. Rosniati, M.M. (Sekretaris) , 4. Dr. dr. Idar Mappangara, Sp.PD., Sp.JP. (K) (Anggota, unsur dosen), 5. Abdullah Sanusi, S.E., MBA., Ph.D. (Anggota, unsur dosen), 6. Asmita, SH. (Anggota, unsur tenaga kependidikan), 7. Andi Wiwiek Sultam, S. IP (Anggota, usur tenaga kependidikan), 8. Saharia, S.T., M.M (Anggota, unsur tenaga kependidikan), 9. Sampara, S.T., M.M (Anggota, unsur tenaga kependidikan), 10. Imam Mobilingo (Anggota, unsur mahasiswa), 11. Sakinah Roodliyah Taslim (Anggota, unsur mahasiswa).
Dalam dialog tersebut audiens yang hadir cukup kritis dengan situasi terkini kehadiran Satgas sementara tersebut. Ditandai, dengan banyaknya muncul pertanyaan dan kritik terkait proses, mekanisme, atau alur pembentukan Satgas sementara yang dinilai problematis. Mekanisme pembentukan Satgas menjadi perhatian serius teman-teman mahasiswa lainnya. Pertanyaan yang menjadi poin utama diskusi saat itu adalah : Apa dasar/ landasan pembentukan Satgas Sementara Unhas?
Menurut Imam Mobilingo selaku tim satgas Unhas dari unsur mahasiswa, dasar atau landasan pembentukan Satgas Unhas ialah SK Rektor Nomor 528/UN/4.1/KEP/2022 yang terbit tanggal 15 Agustus 2022.
“Satgas yang berlaku hari ini pun bersifat sementara sampai diterima balasan dari Kemdikbud perihal panitia seleksi yang terpilih,” ungkap Imam.
Hal ini kemudian menjadi masalah karena Satgas sementara ini sudah terbentuk tanpa melalui mekanisme yang sesuai dengan Permendikbud No. 30 tahun 2021, padahal SK rektor tersebut tertera merujuk kepada Permendikbud tersebut. Dalam permendikbud No. 30 tahun 2021 juga tidak menyebutkan adanya satgas sementara. Imam bahkan juga mengakui bahwa satgas sementara ini bersifat malprosedur.
Bahkan, misalnya jika kita membenarkan keputusan satgas sementara merujuk pada Permendikbud, seharusnya susunan satgas sementara juga mengikuti aturan – aturan yang tertera pada Permendikbud. Nyatanya, susunan satgas sementara saat ini sangat jauh dari apa yang telah tertuliskan dalam ketetapan di Permendikbud. Pasal 27 Permendikbud No. 30 tahun 2021 mengatur bahwa Anggota Satgas berjumlah gasal paling sedikit 5 (lima) orang. Harus memperhatikan keterwakilan keanggotaan perempuan paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota. Ketua berasal dari unsur pendidik, sekretaris berasal dari unsur mahasiswa atau tenaga kependidikan, dan keanggotaan paling sedikit 50% (lima puluh persen) berasal dari unsur mahasiswa.
Pasal 29 mengatur lebih lanjut bahwa pemilihan ketua dan sekretaris Satgas dipilih dari dan oleh anggota satfas secara musyawarah mufakat dengan memperhatikan kesetaraan gender. Berikut syarat-syarat yang harus dipenuhi anggota satgas: (a) pernah mendampingi korban kekerasan seksual; (b) pernah melakukan kajian tentang kekerasan seksual, gender, dan/atau disabilitas; (c) pernah mengikuti organisasi di dalam atau luar kampus yang fokusya di isu Kekerasan seksual, gender, dan/atau disabilitas; (d) meunjukkan minat dan kemampuan untuk bekerja sama sebagai tim dalam melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi; dan/atau tidak pernah terbukti melakukan kekerasan termasuk Kekerasan Seksual.
Persyaratan tersebut mesti didukung dengan persyaratan administrasi, sebagai berikut (a) daftar Riwayat hidup, (b) hasil wawancara, (c) surat rekomendasi dari atasan bagi calon anggota dari Unsur Pendidik dan Tenaga Kependidikan; dan (d) surat rekomendasi dari Pendidik bagi calon anggota dari Unsur Mahasiswa.
Jadi, SK rektor bisa diduga secara praktik sudah melenceng dari mekanisme dan tidak mengindahkan persyaratan Permendikbud No. 30 tahun 2021.
Melihat hal itu, Imam Mobilingo juga menyatakan dalam diskusi tersebut tidak akan menerima menjadi Satgas tetap jika dipanggil kemudian hari oleh pihak birokrat.(#)