MAKASSAR,UPOS.ID – Gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Kamis, 2 Maret 2023 dan memerintahkan penyelenggaraan Pemilu, KPU RI menunda Pemilu.
” Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” bunyi putusan PN Jakpus yang diketuk ketua Majelis Hakim T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban seperti dikutip dari detikcom.
Ketua DPW Partai Prima Sulsel, Pice Jehali mengungkapkan, partainya tinggal menunggu KPU melaksanakan hasil putusan PN Jakpus. Terkait respon KPU dalam Konferensi persnya yang dilakukan oleh ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari bersama Sekertaris Jendral KPU Bernard Dermawan Sutrisno, Kamis (2/3) di Bali, yang akan melakukan banding. Pice mengganggap itu hak KPU tapi putusan PN Jakpus sudah harus dilaksanakan.
” Putusan Pengadilan itu (PN Jakpus) itu bersifat segera dilaksanakan tanpa harus menunggu banding,” ungkap Pice dihubungi, Jumat (3/3).
Bahkan sikap KPU yang tetap akan menjalankan tahapan pemilu sesuai jadwal sebelumnya, dianggap Pice adalah sikap melanggar hukum.
Komentar Ketua komisi II DPR-RI Ahmad Doli Kurnia menganggap keputusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU menunda Pemilu dianggap melampaui kewenangannya sebab soal pemilu hanya Mahkamah Konstitusi yang mengadili sengketa pemilu, bagi Pice tidak tepat. Ia mencontohkan kasus caleg Gerindra yang memenangkan gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Makass dan bagaiamana peristiwa saat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar memerintahkan KPU untuk mendiskualifikasi Danny Pomanto sebagai calon walikota saat Piwakot 2018 silam. Saat itu PTUN Makassar mengabulkan gugatan tim hukum Calon Wali kota & Wakil Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).
Kegaduhan atas putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu mengagetkan dan membuat gaduh. Pengamat politik dari Unibos Makassar, Arief Wicaksono dalam situasi politik dan kebangsaan yang sedang memprihatinkan terkait banyak kasus, keputusan hakim PN Jakpus itu seperti mencoreng muka sendiri.
“Sepertinya kita tinggal menunggu waktu untuk terjadinya sesuatu yang kita tidak inginkan, beberapa orang mengatakan bahwa revolusi sudah didepan mata. Sudah terlalu banyak contoh yang keluar dari para pejabat negara ini yang tidak bisa lagi dicontoh oleh masyarakat,” urai Arief dalam nada keprihatinan.
Namun Arief berharap putusan hakim tersebut harus segera direspon dengan bijak oleh pemimpin terkait. Arief mengatakan, bila kehebohan politik ini tidak direspon dengan baik, maka dikhawatirkan tatanan etik kita sebagai bangsa, sekaligus sebagai negara akan hancur.
Hanya saja ia mengaku keriuhan ini tidak terlalu memengaruhi rakyat bawah. Masyarakat biasa tidak akan pernah punya waktu untuk memikirkan kegaduhan politik para elit.
“Mereka (rakyat biasa) hanya merasakan kengerian itu ketika hajat hidupnya tidak bisa lagi dipenuhi oleh negara,” pungkasnya.
Sedikit berbeda dengan Arief, Direktur Profetik Institute, Asratilah mengungkapkan kegaduhan pasca putusan PN Jakpus itu bisa berdampak kemalasan rakyat melakukan partisipasi politik pada pemilu nantinya. Apalagi saat ini situasi politik ditimpa banyak masalah terkait undang-undang politik seperti belum adanya putusan MK soal pilihan proporsional tertutup dan terbuka.
“Bayangkan, jika sedari awal sudah ada beberapa figur yang mempersiapkan dan mensosialisasikan diri sebagai caleg, belum lagi jejaring timnya yang sudah beberapa bulan belakangan ini melakukan koordinasi politik di beberapa tempat, lalu diperhadapkan dua peristiwa hukum yang mengaburkan kepastian politik. Tentu hal ini menciptakan semacam rasa kecewa bahkan ketidak percayaan terhadap sistem politik kita,” urai Asratilah, Jumat (3/3).
Menurut Asratilah salah satu hal penting untuk mendewasakan budaya politik adalah adanya kepastian mekanisme, prosedur dan jadwal yang disepakati sedari awal.
“Bagi saya penundaan pemilu merupakan hal yang beresiko, apalagi kita tidak sedang menghadapi situasi force mayor yang membuat pemilu sangat tidak mungkin dilaksanakan,” pungkas Asratilah.(#)