BudayaOPINIPilkada Tana Toraja dan Beberapa Hal Tabunya

Pilkada Tana Toraja dan Beberapa Hal Tabunya

Oleh: Fatahuddin

Pilkada Tana Toraja tahun ini menyisakan beragam cerita yang penuh warna, bahkan tak sedikit yang terkesan tabu jika dibicarakan secara terbuka. Hasil quick count telah menunjukkan kemenangan pasangan Zadrak-Erianto dengan angka yang signifikan.

Tak heran, banyak yang sejak awal sudah memprediksi kemenangan ini. Zadrak, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil bupati sekaligus dikenal sebagai seorang dokter, unggul jauh dengan elektabilitas mencapai 60% dibandingkan pesaingnya, Victor.

Namun, kemenangan ini bukan semata-mata soal angka survei—ada faktor lain yang menjadi pembicaraan hangat di balik layar politik Toraja.

Salah satu isu menarik sekaligus kontroversial yang mencuat adalah keterlibatan praktik judi dalam dinamika politik lokal. Percaya atau tidak, ada anggapan bahwa hasil pilkada di Toraja, seperti banyak tempat lain, dapat dipengaruhi oleh aktivitas meja judi.

Malam sebelum hari pemungutan suara, aktivitas ini konon memanas. Banyak oknum mencari lawan taruhan dengan nilai yang fantastis—mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Isunya, uang hasil taruhan ini kemudian dialokasikan untuk praktik “serangan fajar,” yakni pembagian uang kepada masyarakat demi memengaruhi suara.

Jika ditelaah lebih dalam, praktik ini memiliki logika tersendiri. Toraja, dengan potensi sumber daya alam (SDA) yang belum tergarap maksimal, memang bukan wilayah yang menarik bagi donatur besar atau pengusaha yang ingin menggelontorkan dana politik dalam jumlah besar.

Karenanya, ada spekulasi bahwa sebagian dana kampanye berasal dari cara-cara kreatif, meskipun kontroversial, seperti taruhan judi ini.

Fenomena ini juga menyoroti sisi lain dari demokrasi kita yang disebut oleh Rocky Gerung sebagai pesta yang turut menggerakkan roda perekonomian. Dalam konteks Toraja, roda ini bergerak dengan mekanisme yang unik, meski jauh dari ideal.

Perputaran uang, baik dari taruhan maupun praktik politik uang, memang menggerakkan ekonomi sementara. Namun, di balik itu ada harga mahal yang harus dibayar: integritas demokrasi yang tergerus dan praktik-praktik tidak sehat yang terus berulang.

Apa yang terjadi di Tana Toraja ini seharusnya menjadi refleksi bersama. Demokrasi sejatinya adalah pesta rakyat,namun pada praktiknya menyalahi ajaran leluhur yang telah di wariskan oleh para pemimpin dan pendahulu kita Tana Toraja. Kemenangan bukan hanya tentang angka, tetapi yang terpenting adalah legitimasi moral di mata rakyat. Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo, harus ditopang dengan kepemimpinan yang bersih dan bermartabat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

[tds_leads input_placeholder="Your email address" btn_horiz_align="content-horiz-center" pp_msg="SSd2ZSUyMHJlYWQlMjBhbmQlMjBhY2NlcHQlMjB0aGUlMjAlM0NhJTIwaHJlZiUzRCUyMiUyMyUyMiUzRVByaXZhY3klMjBQb2xpY3klM0MlMkZhJTNFLg==" pp_checkbox="yes" tdc_css="eyJhbGwiOnsibWFyZ2luLXRvcCI6IjMwIiwibWFyZ2luLWJvdHRvbSI6IjMwIiwiZGlzcGxheSI6IiJ9LCJwb3J0cmFpdCI6eyJtYXJnaW4tdG9wIjoiMjAiLCJtYXJnaW4tYm90dG9tIjoiMjAiLCJkaXNwbGF5IjoiIn0sInBvcnRyYWl0X21heF93aWR0aCI6MTAxOCwicG9ydHJhaXRfbWluX3dpZHRoIjo3Njh9" display="column" gap="eyJhbGwiOiIyMCIsInBvcnRyYWl0IjoiMTAifQ==" f_msg_font_family="702" f_input_font_family="702" f_btn_font_family="702" f_pp_font_family="789" f_pp_font_size="eyJhbGwiOiIxNCIsInBvcnRyYWl0IjoiMTIifQ==" f_btn_font_spacing="1" f_btn_font_weight="600" f_btn_font_size="eyJhbGwiOiIxNiIsImxhbmRzY2FwZSI6IjE0IiwicG9ydHJhaXQiOiIxMyJ9" f_btn_font_transform="uppercase" btn_text="Subscribe Today" btn_bg="#000000" btn_padd="eyJhbGwiOiIxOCIsImxhbmRzY2FwZSI6IjE0IiwicG9ydHJhaXQiOiIxNCJ9" input_padd="eyJhbGwiOiIxNSIsImxhbmRzY2FwZSI6IjEyIiwicG9ydHJhaXQiOiIxMCJ9" pp_check_color_a="#000000" f_pp_font_weight="500" pp_check_square="#000000" msg_composer="" pp_check_color="rgba(0,0,0,0.56)"]

Berita terkait

Berita Terbaru