MAKASSAR,UPOS.ID– Ir Danny Pamanto menyempatkan menyapa budayawan dan seniman saat giat Dialog Kebangsaan dan Kebudayaan Kibar Merah Putih yang diadakan Sanggar Merah Putih Makassar (SMPM), Gedung Kesenian Societet de Harmonie, sabtu siang (19/10).
“Saya cukup prihatin bila melihat gedung kesenian Sulsel ini padahal arsitektur banngunan peninggalan kolonial belanda ini cukup sempurna sebagai sebuah tempat pertunjukan seni,” ungkap Danny yang berlatar belakang ahli arsitektur ini.
Danny yang saat ini tengah cuti sebagai walikota Makassar karena menjalani masa kampanye sebagai calon Gubernur pada pemilihan Gubenur dan wakil guvenur Sulsel 2024, mengaku kebudaayaan di Sulsel ini adalah kekuatan dan kekayaan yang perlu diperhatikan secara serius.
” Wajah Sulsel itu Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja, itu juga seharusnya jadi karakter dan ini adalah potensi besar, sejarahnya peranan Sulsel ini telah dibuktikan sebagai suku bangsa bermain ditingkat global, saat ini kita bisa membuktikan sebagai pemain global. Saat menjadi walikota pertama kali di Makassar saya mengusung Makassar kota dunia, dan untuk kebudayaan sulsel meminjam tagline saya waktu maju walikota, tungguma,” ungkap DP.
Sebelum meninggalkan lokasi, DP terlihat berangkulan dengan beberapa seniman budayawaan yang kebanyakan adalah sahabat yang membersamainya selama ini, terutama saat merancang strategi kebudayaan kota Makasaar. Buah dari itu seperti event festival warga F8, Anjungan mandar, toraja, bugis dan Makassar dan kota Makasaar punya dinas Kebudayaan kota makassar dan Dewan Kebudayaan kota Makassar.
Dialog Kebangsaan dan Kebudayaan yang mengusung tema “Rancang Bangun Pemajuan Kebudayaan Sulawesi Selatan” menghadirkan pembicara seperti DR Halilintar Latief, Aslan Abidin, Yudistira Sukatanya dan moderator Sekertaris Dewan Kesenian Sulsel, Irwan. AR.
Halilintar Latief yang pernah memprotes pelarangan ritual Bissu di Kabupaten Bone tersebut, mengaku cemas dengan kebudayaan di Sulsel yang terancam diberangus.
” Sekarang saya merasa kebudayaan Sulsel berada di titik nadirnya saya cemas kebudayaan Sulsel akan hancur bila kita salah memilih pemimpin, karena itu saya sendiri sudah melakukan antispasi,” ungkap akademisi yang banyak menulis buku soal kebudayaan Sulsel terutama tentang Bissu.
Selain dialog yang dilakukan pada siang hingga sore itu, malammnya ada pertunjukan kesenian seperti, penampilan solo musisi Evan yang juga adalah anggota muda di SMPM.
Juga ada pertunjukan Tari berjudul “Renjana” karya Andi Abubakar Hamid salah satu maestro Tari di Sulsel, pembacaan puisi oleh Irwan. AR dan Asia Ram Prapanca dengan monolog Sarung, dan ditututup oleh pertujukan teater drama berjudul ” Sang Karaeng di IGD” produksi Sinerji Teater, sutradara Yudistira Sukatanya.(#).