MAKASSAR,UPOS.ID–Pameran Lukisan Tunggal politisi Golkar Sulsel, Armin Toputiri rame diapresiasi oleh fungsionaris Golkar sejak dibuka 12 Maret dan akan berakhir 17 Maret 2022, di Hotel Claro Makassar.
Hari pertama pembukaan 12 Maret saja ratusan orang menghadiri pameran yang dibuka mulai pukul 14.00 WITA hingga 22.00 WITA itu. Pengunjung bukan saja dari kalangan seniman terutama perupa juga dari kalangan anak-anak muda, mahasiswa dan terutama politisi.
Ketua Komisi II DPR-RI, Ahmad Doli Kurnia (ADK) adalah tamu istimewa pertama yang hadir di hari pertama dan memberikan apresiasinya atas 55 lukisan yang dipajang.
“Setelah melihat lukisan yang dipajang saya melihat lukisan-lukisan yang dibuat Armin Toputiri adalah ekspresi dari pengalaman-pengalaman sebagai politisi, pengalaman sebagai aktivis. Dan lukisan-lukisannya satire semua kritik politik, kritiks sosial kritik pada politisi,” ujar Ahmad Doli yang juga wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Setelah berkeliling Ahmad Doli Kurnia mengaku tertarik dengan sebuah lukisan berjudul ‘Demonstruk” karena menurut tafsir mantan Sekjend PB HMI ini lukisan ‘demonstruk’ tidak bicara hari ini tapi bicara tentang masa depan. Lukisan “Demonstruk” berupa gambar seorang pria berjas almamater merah dengan kepala yang berbentuk moncong toa yang keluar lembaran struk-struk. Latar belakang gambar itu sendiri adalah hijau hitam.
“Lukisan ini (Demonstruk) penting adalah kritik bagi adik-adik mahasiswa yang dikawatirkan gerakannya sudah tidak murni. Kenapa ini penting, karena adik-adik inilah wajah Indonesia di masa depan. Merekalah yang akan mengisi kepemimpinan nasional. Kalau anak-anak muda, adek-adek mahasiswa dan aktivis itu sudah tidak memiliki idealisme lagi maka makin banyak lagi lukisan-lukisa Armin Toputiri yang mengkritisi situasi sosial politik,” urai panjang lebar Ahmad Doli Kurnia didampingi kurator pameran, Kuss Indarto.
Ahmad Doli pun mengadopsi lukisan Demonstruk itu untuk dipasang di rumahnya. Pengujung penting yang menyusul Ahmad Doli adalah Andi Ina Kartika, politisi Golkar Sulsel yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Sulsel. Bukan sebuah kebetulan bahwa politisi perempuan Golkar ini kepincut dengan lukisan berjudul Sidang Paripurna. Lukisan itu adalah gambar sederetan orang-orang berpakaian resmi nasional yang dihadapannya ada microphone di meja seperti biasa yang ada di meja ruangan rapat gedung DPR.
Anehnya susunan deratan orang-orang tersebut yang diidentifikasi pria dan 3 perempuan itu dengan jas berwana warni seperti warna-warna partai yang mengisi lembagai legislatif itu tanpa kepala. Juga deretan orang-orang tanpa kepala itu berususun dari atas ke bawah bahkan dengan komposisi yang dibuat Armin seolah susunan deretan orang-orang yang diduga adalah para legislator tanpa kepala itu seolah berputar susanannya.
Kurator pameran, Kuss Indiarto memberi sedikit penafsiran yang menurutnya deretan orang-orang tanpa kepala yang bisa diasosiasikan sebagai anggota legislatif merujuk dari judul lukisan dan pakain yang dikenakan itu adalah kritik bahwa legislator tidak lagi mendengar dan melihat dalam menghasilkan keputusan di sidang paripurna.
“Juga minimnya perempuan di dalam lukisan ini bisa ditafsirkan tidak terpenuhinya kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam DPRD,” tambah Kuss Indarto.
Tapi Andi Ina Kartika sendiri memberi tafsiran yang berbeda menurutnya lukisan “Sidang Paripurna” ini adalah penggambaran suasana keputusan yang diambil oleh wakil rakyat yang bersifat kolektif kolegial.
“Jadi orang-orang tanpa kepala ini menurut saya ya bahwa keputusan dalam sidang paripurna itu tidak lagi bersifat partai apalagi personal tapi itu adalah keputusan politik kebijakan yang bersifat kolektif kolegial,” ungkap Andi Ina.
Andi Ina juga meluruskan bahwa kritik tidak terpenuhinya kuota 30 persen keterwakilan perempuan tidak terjadi di DPRD Sulsel yang dipimpinnya sekarang. Karena periode kali ini DPRD Sulsel sudah memenuhi kuota 30 persen tersebut. Bahkan dipimpin oleh perempuan.
Ketua DPD I Golkar Sulsel, Taufan Pawe pun tak ketinggalan datang menyaksikan lukisan-lukisan yang berjumlah 55 lukisan dan menurut pelukisnya Armin Toputiri itu adalah angka usianya saat ini yang menginjak usia 55 tahun. Wali kota Pare-Pare itu cukup serius menyimak lukisan-lukisan yang dipajang, ia menghabiskan waktu 30 menit untuk menyimak dan memberi apresiasi. Menurut panitia Politisi Golkar yang digadang-gadang partai Golkar maju pada Pilkada Sulsel mendatang itu juga turut mengadopsi sebuah lukisan.
Menurut Armin Toputiri, apresiasi banyak pengunjung sebenarnya berbeda dengan ekspektasi pengunjung tersebut.”Ekspektasi mereka kan sebenarnya ini pameran lukisan yang indah-indah, seperti pemandangan yang estetis, tapi begitu mereka lihat mereka kaget karena ini lukisan lebih banyak adalah kirtik sosial politik,” ungkap mantan legislator Sulsel 2 periode ini.
Tapi bagi Armin ia membebaskan pengunjung untuk memberi tafsiran dan memberi keluasan kepada kurator pameran memberikan petunjuk dan framing atas lukisannya ini.
Armin menyelesaikan 124 lukisan dalam 1 tahun lebih ini. Dari posisi sama sekali buta soal gambar dan lukisan. Ia bahkan mengaku tak mengetahui kuas dan cat serta kanvas. Adalah Mike Turusy dan Zaenal Beta dua pelukis senior di Sulsel itu yang “menyeret” Armin ke dunia seni rupa lukis melukis setelah berulang kali membujuk Armin untuk ikut di acara live painting dan tidak berhasil. Hingga 24 Oktober 2020 di Malino Mike Turusy berhasil memaksa Armin untuk ikut dan melukis. Mike bahkan mementori langsung disamping Armin dalam memoles cat-cat di atas kanvas. Ia bahkan berhasil menyelesaikan tantangan Mike Turusy untuk melukis obyek pemandangan dalam waktu 4 jam. Maka terciptalah lukisan bersejarah dengan obyek pegunungan dengan fokus ke villa mungil. Tak berhenti disitu, ia kembali diajak ke Toraja dalam kegiatan serupa. Uniknya setelah dua pengalaman live painting itu, Armin seolah ketagihan dan menemukan medium baru dalam menuangkan gagasannya tentang sosial politik yang sebelumnya banyak dituangkan ke tulisan-tulisan esai. Ini yang membuat sebagai pemula di dunia seni rupa adalah mencengangkan Armin menghasilkan 100 lukisan dalam setahun. Menurut Zaenal Beta yang mengetahui sejak awal proses Armin di dunia lukis melukis ini karena ekosistem Armin di dunia politik dan aktivis menyebabkan Armin punya banyak gagasan tematik yang ditumpahkan ke kanvas dengan memakai beberapa metafora binatang seperti tikus, kucing, anjing, gajah hingga harimau. Bagi Kuss Indarto peristiwa itu digambarkannya sebagai Armin adalah bayi yang belum bisa berjalan tapi sudah bisa banyak bicara.
Bagi Armin Toputiri produktifitas itu lahir karena gagasan-gagasannya sudah banyak di kepalanya dan kanvas menjadi medium lain setelah tulisan yang tidak memuaskannya untuk bicara lebih bebas dalam mengkritik memberinya keasyikan tersendiri. Mengutip Goenawan Muhammad yang akhir-akhir ini juga senang melukis dan sudah banyak berpameran, bagi Armi yang terpenting memang bukan menjadi pelukis tapi melukis.
Sayangnya Mike Turusy yang menjadi sosok penting dipenggalaman melukis seorang Armin Toputiri tidak bisa menyaksikan pameran tunggal ‘muridnya’ itu. Pelukis berdarah Toraja-Masamba ini dan berpenampilan khas itu tutup usia 28 Oktober 2021 lalu akibat serangan jantung.(#)