PendidikanPusaka HTN FH Unhas Sukses Gelar Diskusi Publik Bahas Polemik Jabatan Kades...

Pusaka HTN FH Unhas Sukses Gelar Diskusi Publik Bahas Polemik Jabatan Kades 9 Tahun

Upos.id, Makassar- Pusat Kajian dan Penelitian Mahasiswa Hukum Tata Negara (Pusaka HTN) di bawah Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin  sukses menggelar diskusi publik di Laboratorium Moot Court Dr. Harifin Tumpa, S.H., M.H dan Via Zoom Cloud Meeting pada selasa (19/09/ 2023). Diskusi publik tersebut mengusung tema “Jabatan Kepala Desa 9 Tahun untuk Siapa?” Dengan menghadirkan Narasumber yakni Ketua Departemen Hukum Tata Negara FH-UH Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.Hum., Guru Besar HTN dan Senior Partners INTEGRITY Law Firm Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D., serta Rizal Pauzi, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Administrasi Publik FISIP Unhas sekaligus Pegiat Pendamping Desa. Pada pembukaan diskusi tersebut dihadiri secara langsung oleh Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. Maskun, S.H., LL.,M., Sekretaris Departemen HTN, Eka Merdekawati Djafar, S.H., M.H., Pembina Pusaka HTN, Fajlurrahman Jurdi, S.H., M.H., dan Ketua Pusaka HTN, Putri Rezki Amalia.

Kegiatan diskusi publik yang di inisiasi oleh Pusaka HTN dibawah Bimbingan bapak Fajlurrahman Jurdi selaku pembimbing dan di bawah naungan Departemen Hukum Tata Negara FH Unhas. Perpajangan masa jabatan kepala desa menimbulkan berbagai polemik dan penolakan oleh para aktivis demokrasi, akademisi, dan para mahasiswa. Namun disisi lain, hal tersebut menjadi poros perjuangan bagi para kepala desa untuk melanggengkan  kekuasaannya di desa hingga 9 Tahun.

Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan apakah tuntutan tersebut murni atas aspirasi masyarakat desa atau hanya demi kepentingan kepala desa untuk mempertahankan kuasanya. Perpanjangan masa jabatan kepala desa tersebut berpotensi mencederai  prinsip Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis karena hal tersebut menimbulkan berbagai macam resiko seperti penyalahgunaan kekuasaan, memunculkan dinasti kepemimpinan yang tidak sehat, mempersempit kesempatan orang lain untuk memerintah di desa.

Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. selaku Guru Besar HTN dan Senior Partners INTEGRITY Law Firm menyampaikan Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa bentuk Bobroknya Etik Pemimpin Publik.

“Spirit pembatasan masa jabatan kepala desa di UU Desa harus dimaknai sebagai spirit melaksanakan dan mewujudkan penyelenggaraan demokrasi dan pembatasan kekuasaan, yang juga merupakan spirit UUD 1945. Jelas secara filosofis dan teoretis, pembatasan kekuasaan berdasarkan UUD1945, selain agar terjadi regenerasi kepemimpinan, juga memiliki tujuan agar Indonesia terhindar dari sistem otoritarianisme. Sebab, kekuasaan yang terlalu lama berpotensi untuk disalahgunakan.”

Lanjut Pakar HTN tersebut bahwa, Masa jabatan Kepala Desa 9 Tahun dengan 2 Periodisasi, agaknya tidak masuk akal.

“Sulit untuk mencari alasan rasional dibalik perpanjangan masa jabatan tersebut. Berdasarkan survei yang dilakukan Litbang Kompas, sebagian besar atau 65,2% responden menyatakan tidak setuju dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun. Alasan utama persetujuan masyarakat tersebut karena dinilai rawan adanya penyelewengan dalam pemerintahan desa seperti korupsi, ini diungkapkan oleh 60,5% responden.” Ungkap Denny Indrayana.

Prof. Denny Indraya menyampaikan bahwa akan membuat iklim demokrasi dan pemerintahan desa menjadi tidak sehat dan bahkan dapat menyuburkan oligarki di desa.

“Perpanjangan masa jabatan kepala desa akan membuat iklim demokrasi dan pemerintahan desa menjadi tidak sehat dan bahkan dapat menyuburkan oligarki di desa. Belum lagi ditambah fenomena dinasti yang juga muncul dalam pemilihan kepala desa. Akibatnya, potensi sebuah desa dipimpin oleh kelompok yang sama selama belasan tahun semakin terbuka lebar. Salah satu masalah mendasar di desa hari ini adalah minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan suatu keputusan yang berkaitan dengan pembangunan. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan pembangunan oleh pemerintah desa disinyalir kerap melatarbelakangipraktik korupsi di sana.” Jelas Denny Indrayana.

Prof. Denny Indrayana juga menyampaikan bahwa Perpanjangan masa jabatan kepala desa tidak sejalan dengan semangat reformasi 1998 dan amandemen UUD 1945

“Perpanjangan masa jabatan kepala desa tidak sejalan dengan semangat reformasi 1998 dan amandemen UUD 1945 yang menekankan limitasi terhadap kekuasaan di cabang eksekutif. Salah satunya dengan memberikan batasan jelas terhadap periode maupun lama jabatan. Upaya untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa jelas bertentangan dengan semangat konstitusional tersebut. Masa jabatan kepala desa ini jauh lebih Panjang dari jabatanjabatan Pemerintah yang lain. Sayangnya, ide perpanjangan itu tidak didukung dengan argumentasi yang tidak jelas dan cenderung bermuatan politis.” Tegasnya.

Prof. Denny Indrayana juga menyoroti respon positif terhadap perpanjangan masa jabatan yang menurutnya akan menjadi preseden buruk kedepan.

“Respon positif atas usulan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa akan membawa preseden buruk dan patut dicurigai sebagai pintu masuk perpanjangan masa jabatan Presiden, Kepala Daerah, dan Anggota Legislatif. Jika usulan tersebut diakomodasi, bukan tidak mungkin selanjutnya masa jabatan elected officials lain bisa diwacanakan untuk diperpanjang. Poin di atas bukan tanpa dasar, gejala melanggengkan kekuasaan petahana kerap dimunculkan sejumlah kelompok belakangan waktu terakhir. Atas dasar itu, ide untuk merevisi UU Desa dengan substansi terkait perpanjangan masa jabatan kepala desa patut dicuragai sebagai agenda terselubung dari kelompok tertentu.” Jelas Denny Indrayana.

Lanjut Prof. Denny Indraya bahwa Wacana perpanjangan masa jabatan Kades ini patut diduga cerminan dari politik transaksional menuju Pemilu 2024.

“Wacana perpanjangan masa jabatan Kades ini patut diduga cerminan dari politik transaksional menuju Pemilu 2024. Presiden dan DPR merupakan pihak yang memegang kewenangan legislasi, sehingga menjadi sangat berdasar jika wacana ini bisa jadi bentuk politik transaksional, karena sulit menemukan argumen rasional dari usulan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa tersebut.” Tegasnya.

Narasumber selanjutnya Rizal Pauzi, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Administrasi Publik FISIP Unhas sekaligus Pegiat Pendamping Desa berpendapat dengan optimisme Desa bisa menjadi penyerap tenaga kerja yang besar serta mengurangi pengangguran terbuka dan menurunkan kemiskinan.

“Optimisme Desa bisa menjadi penyerap tenaga kerja yang besar serta mengurangi pengangguran terbuka dan menurunkan kemiskinan Namun, kualitas dan kompetensi aparatur desa kita saat ini masih di tahap rendah maka dari itu yang paling penting adalah, menetapkan standar akademik untuk kades, minimal S1 dan batasan usia yg produktif. sehingga lebih mudah bagi kades untuk belajar dengan cepat dan sistematis berbagai regulasi, dokumen dan produk hukum yang menjadi punggung utama pembangunan desa, diskursus tidak dikembangkan pada waktu memimpin seorang kades, tetapi lebih kepada kualitas kepemimpinan seorang kades.” Ungkap dosen muda Fisip Unhas ini.

Rizal Pauzi juga menyampaikan terdapat dua alternatif kebijakan yang dapat di lakukan dari diskursus tersebut.

“Pertama Untuk mencegah terjadi kerusakan demokrasi di desa maka periode sebaiknya tetap 5 tahun dan harus dibatasi 2 periode saja. Kedua Untuk mencegah konflik horizontal dan keberlanjutan program, maka periode kepala desa dapat menjadi 9 tahun dengan catatan harus dibatasi 1 periode saja.” Jelasnya.

Diskusi tersebut dihadiri oleh para mahasiswa Unhas dari berbagai fakultas dan juga dihadiri oleh Pendamping Desa dari berbagai daerah di Indonesia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita terkait

Berita Terbaru